Unknown
Jakarta sebagai ibukota negara, kini dirundung banyak masalah. Kemacetan, tata ruang kota dan banyak berdirinya mal-mal besar membuat Jakarta sudah menjadi sentra bisnis bukan lagi sentral pemerintahan. Kondisi ini dinilai membuat Jakarta sudah tidak kondusif lagi sebagai ibukota negara. Kota yang dulu bernama Batavia ini juga terancam macet total akibat makin padatnya kendaraan dan pertumbuhan jumlah penduduk yang tak sebanding dengan ruang yang ada.
Kondisi ini kemudian melahirkan wacana pemindahan ibukota negara dari Jakarta ke daerah lain. Wacana yang kini kian hangat dibincangkan. Meski sebenarnya bukan wacana baru, perpindahan ibukota ini menjadi hal menarik untuk diulas. Sebab dulu di jaman perjuangan, ibukota pernah berpindah ke Yogyakarta dan Bukittinggi kemudian kembali lagi ke Jakarta hingga sekarang. Bahkan pada tahun 2009, ibukota pernah diusulkan pindah ke Palangkaraya namun hingga kini tak ada rencana realisasi.
Wacana ini pun terus menggelinding dan melahirkan kontraversi. Juga menarik perhatian sejumlah pihak. Salah satunya John Pieris, Anggota DPD asal Maluku yang berpendapat bahwa Palangkaraya (Kalimantan Selatan) dan Makassar (Sulawesi Selatan) adalah kota yang layak menggantikan Jakarta sebagai ibukota negara. Terlebih jika konsepnya menyatu dengan pusat pemerintahan, begitu pendapat John yang dirilis tribun-timur.com.
Awalnya, John melontarkan konsep pemisahan ibukota negara dan pusat pemerintahan. Ia merujuk apa yang diterapkan sejumlah negara, salah satunya Belanda. Belanda memilih Den Haag sebagai pusat pemerintahan dan tetap menjadikan Amsterdam sebagai ibukota negaranya. Makanya, John menilai Palangkaraya atau Makassar merupakan kota yang cocok karena berada di tengah-tengah Indonesia. Meski begitu, John menyadari pengkajian wacana pemindahan ibukota ini, harus melalui pembahasan dan penelaahan yang komprehensif. Tanpa kajian dan persiapan yang matang, akan menyebabkan pindahnya masalah Jakarta ke kota lain.
Selain mendapat tanggapan dari sejumlah tokoh dan pakar, wacana pemindahan ibukota ini juga menarik perhatian pengguna situs jejaring sosial Facebook. Bahkan di Facebook, wacana pemindahan ibukota negara hadir bentuk beragam halaman dukungan. Salah satu halaman tersebut adalah DUKUNG MAKASSAR SEBAGAI IBUKOTA NEGARA (INDONESIA). Halaman ini dibuat sekitar 21 Juli 2010 dengan jumlah orang yang menyukainya sebanyak 2.520 (hingga 2/9, 18.30 wita). Salah satu alasan yang mengemuka mengapa Makassar dianggap layak menjadi ibukota, karena Makassar merupakan salah satu kota metropolitan di tanah air yang terus membenahi diri. Selain posisinya yang berada di tengah-tengah Indonesia –jika peta Indonesai dilipat dua, maka titik lipatannya berada di Sulawesi Selatan yang ber-ibukota Makassar atau dengan kata lain, pusat Indonesia berada di Makassar.
Terkait posisi ‘pusat’ ini, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan bersama Pemerintah Kota Makassar saat ini memang sedang membangun proyek Center Point of Indonesia (CPI). Proyek yang diharapkan menjadi poros akselerasi pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia. CPI nantinya adalah kawasan super megah sebagai pusat bisnis, wisata dan pendidikan yang dibangun di kawasan dengan luas total 600 hektar. Dengan sejumlah bangunan-bangunan menjulang tinggi, pusat bisnis dan pemerintahan, kawasan hiburan, hotel-hotel kelas dunia yang dilengkapi dengan lapangan golf dengan view ke laut lepas dan pemandangan menakjubkan ke pulau-pulau di Teluk Makassar. Di kawasan ini juga akan dibangun Istana kepresidenan yang selama ini hanya berada di Jawa dan Bali. Istana ini nantinya berada di atas laut. Tahap awal dari program ini ialah dilakukannya peresmian pembangunan Mesjid 99 Al Makazzary, masjid terapung di anjungan Pantai Losari, oleh Menteri Agama RI Suryadharma Ali pada Jumat (27/8).
Wacana Makassar sebagai ibukota negara lewat gerakan DUKUNG MAKASSAR SEBAGAI IBUKOTA NEGARA (INDONESIA) di Facebook ini juga didasarkan dengan sejarah kota Makassar yang sejak abad ke-16 telah menjadi pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur. Kala itu, raja-raja Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat, dimana seluruh bangsa yang berkunjung ke Makassar berhak melakukan perniagaan dan menolak upaya VOC (Belanda) untuk memperoleh hak monopoli. Kondisi ini kemudian menjadikan Makassar salah satu kota terbesar di Asia Tenggara.
Untuk mengembalikan semangat Makassar masa lampau itu, Pemerintah Kota Makassar pun mulai melakukan pembangunan sarana-sarana publik yang baru dan berkualitas. Sebut saja pembangunan sejumlah gedung pencakar langit; Menara Bosowa, Menara Balaikota, Wisma Kalla, Graha Pena. Serta melakukan penataan kawasan pantai Losari dengan membangun Pelataran Bahari, Gedung Celebes Convention Center (CCC) dan wahana permainan Trans Studio. Juga membangun jalan layang (flyover), Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin, Jalan tol, dan pelebaraan jalan. Penataan itu sejakan dengan slogan Makassar Great Expectation dan visi Makassar Sebagai Kota Dunia.
Meski hanya sekadar halaman di dunia maya, kehadiran halaman ini patut diapresiasi. Sebab kehadirannya paling tidak, menjadi bukti nyata respon warga –pengguna Facebook, terhadap wacana pemindahan ibukota negara. Hal lain, halaman ini menjadi ruang warga Makassar untuk menyalurkan pendapat, gagasan dan harapannya. Karenanya halaman DUKUNG MAKASSAR SEBAGAI IBUKOTA NEGARA (INDONESIA) ini patut menjadi ‘inspirasi’ para stakeholder dalam menata dan membenahi Kota Makassar, meski bukan untuk menjadi ibukota negara belaka.

Label: edit post
0 Responses

Posting Komentar

Koment ya Bro and Sist..!!!